BAB I
LATAR BELAKANG
Seiring dengan berkembang dan meningkatnya pengetahuan dan peradaban
manusia, maka pengetahuan tentang
tumbuhan berkhasiat obat mulai diabadikan sebagai dokumen.
Bila kita meninjau banyaknya tumbuhan yang bahannya
dipakai dalam obat tradisional oleh mereka yang tidak mengenal ilmu pengobatan
modern, maka rasanya tinggal dilakukan suatu penyelidikan ilmiah saja untuk
memperoleh kepastian bahwa penduduk yang mempergunakan macam-macam bahan
tumbuhan itu memang beralasan.
Tumbuhan merupakan gudang
berbagai jenis senyawa kimia, mulai dari struktur dan sifat yang sederhana
sampai yang rumit dan unik. Beragam jenis dan senyawa kimia yang terkandung
dalam tumbuhan akan berkorelasi positif dengan khasiat dan manfaat yang
dimilikinya.
Upaya pencarian tumbuhan berkhasiat
obat telah lama dilakukan, baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah
keanekaragaman senyawa yang telah ada. Hasil pencarian dan penelitan tersebut
kemudian dilanjutkan dengan upaya pengisolasian senyawa murni dan turunnya
sebagai bahan dasar obat modern atau pembuatan ekstrak untuk obat.
BAB II
PEMBAHASAN
Analisis suatu obat tradisional/jamu harus
menyertakan uji subyektif, meskipun uji ini memerlukan praktek dan pengalaman
yang luas. Hal ini perlu dilakukan untuk membandingkan kesan subyektifdengan
sifat khas yang disimpan dan diklasifikasikan sebelumnya. Penentuan
identifikasi berbagai sifat yang demikian merupakan suatu langkah yang penting
pada identifikasi. (Asni Amin : 2007)
Bahan
alam merupakan zat kimia murni yang sering digunakan dalam bentuk obat berizin.
Senyawa-senyawa ini terkadang di produksi secara sintetis dan di kenal sebagai
“senyawa identik alami” (jika itu kasusnya), tetapi pada awalnya ditemukan dari
obat-obat tanaman. (Heinrich,M.2009)
Obat
tradisional telah dikenal secara turun menurun dan digunakan oleh masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan. Pemanfaatan obat tradisional pada
umumnya lebih diutamakan sebagai upaya menjaga kesehatan atau preventif
meskipun ada pula upaya sebagai pengobatan suatu penyakit. Dengan semakin
berkembangnya obat tradisional, ditambah dengan gema kembali ke alam, telah
meningkatkan popularitas obat tradisional. Hal ini terbukti dari semakin
banyaknya industri jamu dan industri farmasi yang memproduksi obat tradisional
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. (www.tempo.co.id/medika/
arsip/102002/pus-2.htm)
Banyak
alasan terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal. Alasan tersebut berkisar
dari daya tarik produk dari ‘alam’ dan persepsi bahwa produk tersebut ‘aman’
(atau paling tidak ‘lebih aman’ daripada obat konvensional, yang sering
diremehkan sebagai” obat”.(Heinrich,M.2009)
Berdasarkan
undang-undang kesehatan bidang farmasi dan kesehatan, yang dimaksud dengan Obat
bahan Alam Indonesia adalah Obat bahan Alam yang diproduksi di Indonesia.
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian
khasiat, Obat bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi : jamu, Obat Herbal
Terstandar, dan Fitofarmaka.( Makhmud, Ilham,2007).
Jamu
adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam
bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada
umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang
disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara
5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah
sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah
digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin
ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk
tujuan kesehatan tertentu.(www.tempo.co.id/medika/
arsip/102002/pus-2.htm)
Jamu
harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim
khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris dan memenuhi persyaratan mutu yang
berlaku ( Makhmud, Ilham,2007).
Obat tradisional tidak
boleh mengandung bahan kimia obat (BKO).
( Makhmud, Ilham,2007).
1.
Berdasarkan
hasil pengawasan obat tradisional melalui sampling dan pengujian laboratorium
tahun 2006, Badan POM menemukan sebanyak 93 produk obat tradisional yang
dicampur dengan bahan kimia obat keras seperti Fenilbutazon, Metampiron,
Deksametason, CTM, Allopurinol, Sildenafil Sitrat, Sibutramin Hidroklorida dan
Parasetamol.
2.
Mengkonsumsi
obat tradisional mengandung Bahan Kimia Obat Keras membahayan kesehatan bahkan
mematikan. Pemakaian obat keras, harus melalui resep dokter.
3.
Berbagai
resiko dan efek yang tidak diinginkan dari penggunaan Bahan Kimia Obat Keras
tanpa pengawasan dokter, telah dilaporkan.
4.
Kegiatan
memproduksi dan atau mengedarkan obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia
Obat, melanggar Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dengan
pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang dapat dikenakan sanksi dengan pidana penjara
paling lama 5(lima) tahun dan atau denda paling banyak 2(dua) miliar rupiah
Seperti
halnya pemeriksaan makroskopik sediaan jamu, pemeriksaan mikroskopik juga
digunakan untuk menjamin kebenaran dari simplisia penyusun sediaan jamu dengan
mengamati bentuk fragmen spepisifik penyusun pada sediaan jamu. (Anonim,2010),
Berbeda
dengan obat-obatan modern, standar mutu untuk jamu didasarkan pada bahan baku
dan produk akhir yang pada umumnya belum memiliki baku standar yang sesuai
dengan persyaratan. Simplisia nabati, hewani dan pelican yang dipergunakan
sebagai bahan untuk memperoleh minyak atsiri, alkaloid, glikosida atau zat
berkhasiat lainnya, tidak perlu memenuhi persyaratan yang tertera pada
monografi yang bersangkutan. Identifikasi simplisia dapat dilakukan berdasarkan
uraian mikroskopik serta identifikasi kimia berdasarkan kandungan senyawa yang
terdapat didalamnya (MMI,1995)
Uji
mikroskopik dilakukan dengan mikroskopik yang derajat perbesarannya disesuaikan
denga keperluan. Uji mikroskopik serbuk jamu tidak hanya dapt dilakukan melihat
bentuk anatomi jaringan yang khas, tetapi dapat pula menggunakan uji histokimia
dengan penambahan pereaksi tertentu pada serbuk sediaan jamu uji, dan zat
kandungan simplisia uji akan memebrikan warna spesifik, sehingga mudah di
deteksi. ( Anonim,2010)
Pemeriksaan
anatomi serbuk dari suatu simplisia memiliki karakteristik tersendiri, dan
merupakan pemeriksaan spesifik suatu simplisia atau penyusun jamu. sebelum
melakukan pemeriksaan mikroskopik harus di pahami bahwa masing-masing jaringan
tanaman berbeda bentuknya. ( Egon,1985)
Ciri
khas dari masing-masing organ batang, akar dan rimpang umumnya memiliki
jaringan penyusun primer yang hampir sama yaitu epidermis,korteks dan
endodermis, jari-jari empulur dan bentuk berkas pengangkutannya. Tipe berkas
pengangkut umumnya mengacu pada kelas tanaman seperti monokotil memiliki tipe
berkas pengankutan terpusat (konsentris), dan pada dikotil tersebar
(kolateral). (Egon,1985)
Sedangkan
jaringan sekunder pada organ batang , akar dan rimpang berupa periderm , dan
ritidorm. Rambut penutup dan stomata merupakan ciri spesifik dari bagian daun
serta tipe sel idoblas seringkalai menunjukkan ciri spesifik suatu bahan
nabati.(Egon,1985)
Identifikasi
Reaksi kimia Sediaan Jamu (Dirjen POM,2000)
1.
Reaksi
terhadap Lignin.
Serbuk jamu dan
simplisia pembanding dibasahi dengan larutan flouroglusin P, kemudian di tetesi
dengan sedikit HCL, diamati di bawah mikroskopik, jika dinding sel yang
menagndung lignin akan berwarna merah.
2. Reaksi identifikasi
terhadap turunan Tanin
Ekstrak metanol serbuk
dimasukkan dalam plat tetes, kemudia di tambahkan :
·
FeCl3
1 N, jika diperoleh warna biru hitam berarti mengandung pirogalotanin
·
FeCl3
1 N, diperoleh warna hijau yang mwngandung warna katekol
·
NaOH,
jika diperoleh warna merah sampai merah coklat berarti mengandung pirogalotanin
3. Reaksi Identifikasi
tehadap Dioksiantrakinon
Sedikit serbuk
dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu di tetesi dengan KOH 10 % b/v dalam
etanol 95%, jika mengandung dioksantrakinon akan menghasilkan warna merah.
4. Reaksi Identifikasi
terhadap Fenol
Sedikit serbuk
dimasukkan ke dalam vial, ditambahkan air, lalu ditutup dengan kaca objek yang
diatasnya diberi kapas yang telah di basahi dengan air, kemudian di panaskan.
Setelaha da uap yang berupa titik cairan pada kaca objek , diambil dan
ditambahkan FeCl3, jika mengandung fenol akan menghasilkan warna biru hitam.
5. Reasi Identifiasi
terhadap Alkaloid
Ekstrak metanol
srbuk dimasukan ke dalam masing-masing tabung reaksi kemudian di tetesi :
·
HCl
0,5 N dan pereaksi Meyer, ika mengandung Alkaloid maka akan menghasilkan
endapan putih kekuningan.
·
HCl
0,5 N dan pereaski Bauchardat, jika mengandung alkaloid akan menghasilkan
endapan jingga kecoklatan.
6. Reaksi Identifikasi
terhadap Steroid
Serbuk dihaluskan
dengan etanol kemudian di didihkan selama 15 menit lalu disaring, filtrat di
uapkan sampai kering. ekstrak Kering ditambahkan dengan dietil etersetelah
terlebih dahulu disuspensikan engan sediit air, bagian yang larut dalam dietil
eter dipisahkan. lapisan dietil eter kemudian ditetesi dengan pereaksi
Lieberman-Bauchardat, jiak menganung steroid akan menghasilkan warna merah atau
merah jambu
7. Reaksi Identifikasi
terhadap Karbohidrat
Serbuk di kocok dengan
air lalu di masukkan dalam tabung reaksi kemudian di tetesi :
·
Pereaksi
Mollish, jika mengandung karbohidrat akan menghasikan cincin ungu
·
Pereaski
Luff, jika mengandung karbohidrat akan mengahsilkan endapan merah
·
Pereaksi
fehling A dan B, jika mengandung KArbohidrat akan menghasilkan endapan kuning
jingga.
8. Reaksi identifikasi terhadap
Pati dan eleuron
·
Serbuk
ditempatkan diatas kaca objek , kemudian di tetesi dengan larutan iodin 0,1 N,
jika mengandung pati akan berwarna biru da warna kuning coklat jika mengandung
aleuron
·
Sedikit
serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu di tetesi dengan pereaksi Luff
dan di panaskan, jika mengandung pati akan menghasilkan endapan merah bata.
BAB VI
Kesimpulan
1. Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana
yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya.
2.
Metode perkolasi merupakan cara penyarian dengan
mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
3.
Metode infudasi merupakan cara penyarian dengan
menggunakan air pada suhu 90oC selama 15 menit.
DAFTAR
PUSTAKA
Arif Mariana., 2006.,
“Tanaman Salam”., Penebar
Swadaya., Depok.
Iskandar, S., 2005., ”Wawasan
Ilmu Farmasi”., Fak. Farmasi UMI., Makassar.
Rusli, S.Si, Apt., 2003., ”Penuntun Praktikum Fito Kimia I”., Fak. Farmasi UMI., Makassar.
Tim Penyusun., 2006., “Penuntun Praktikum Farmakognosi I”, Fak. Farmasi UMI., Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar