Minggu, 13 Mei 2012

Ekstraksi


BAB I
LATAR BELAKANG

Seiring dengan berkembang dan meningkatnya pengetahuan dan peradaban manusia, maka pengetahuan  tentang tumbuhan berkhasiat obat mulai diabadikan sebagai dokumen.
Bila kita meninjau banyaknya tumbuhan yang bahannya dipakai dalam obat tradisional oleh mereka yang tidak mengenal ilmu pengobatan modern, maka rasanya tinggal dilakukan suatu penyelidikan ilmiah saja untuk memperoleh kepastian bahwa penduduk yang mempergunakan macam-macam bahan tumbuhan itu memang beralasan.
Tumbuhan merupakan gudang berbagai jenis senyawa kimia, mulai dari struktur dan sifat yang sederhana sampai yang rumit dan unik. Beragam jenis dan senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan akan berkorelasi positif dengan khasiat dan manfaat yang dimilikinya.
Upaya pencarian tumbuhan berkhasiat obat telah lama dilakukan, baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah keanekaragaman senyawa yang telah ada. Hasil pencarian dan penelitan tersebut kemudian dilanjutkan dengan upaya pengisolasian senyawa murni dan turunnya sebagai bahan dasar obat modern atau pembuatan ekstrak untuk obat.


BAB II
PEMBAHASAN

Analisis suatu obat tradisional/jamu harus menyertakan uji subyektif, meskipun uji ini memerlukan praktek dan pengalaman yang luas. Hal ini perlu dilakukan untuk membandingkan kesan subyektifdengan sifat khas yang disimpan dan diklasifikasikan sebelumnya. Penentuan identifikasi berbagai sifat yang demikian merupakan suatu langkah yang penting pada identifikasi. (Asni Amin : 2007)
Bahan alam merupakan zat kimia murni yang sering digunakan dalam bentuk obat berizin. Senyawa-senyawa ini terkadang di produksi secara sintetis dan di kenal sebagai “senyawa identik alami” (jika itu kasusnya), tetapi pada awalnya ditemukan dari obat-obat tanaman. (Heinrich,M.2009)
Obat tradisional telah dikenal secara turun menurun dan digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan. Pemanfaatan obat tradisional pada umumnya lebih diutamakan sebagai upaya menjaga kesehatan atau preventif meskipun ada pula upaya sebagai pengobatan suatu penyakit. Dengan semakin berkembangnya obat tradisional, ditambah dengan gema kembali ke alam, telah meningkatkan popularitas obat tradisional. Hal ini terbukti dari semakin banyaknya industri jamu dan industri farmasi yang memproduksi obat tradisional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. (www.tempo.co.id/medika/ arsip/102002/pus-2.htm)
Banyak alasan terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal. Alasan tersebut berkisar dari daya tarik produk dari ‘alam’ dan persepsi bahwa produk tersebut ‘aman’ (atau paling tidak ‘lebih aman’ daripada obat konvensional, yang sering diremehkan sebagai” obat”.(Heinrich,M.2009)
Berdasarkan undang-undang kesehatan bidang farmasi dan kesehatan, yang dimaksud dengan Obat bahan Alam Indonesia adalah Obat bahan Alam yang diproduksi di Indonesia. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi : jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.( Makhmud, Ilham,2007).
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.(www.tempo.co.id/medika/ arsip/102002/pus-2.htm)
Jamu harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku ( Makhmud, Ilham,2007).
Obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia obat (BKO). ( Makhmud, Ilham,2007).
1.     Berdasarkan hasil pengawasan obat tradisional melalui sampling dan pengujian laboratorium tahun 2006, Badan POM menemukan sebanyak 93 produk obat tradisional yang dicampur dengan bahan kimia obat keras seperti Fenilbutazon, Metampiron, Deksametason, CTM, Allopurinol, Sildenafil Sitrat, Sibutramin Hidroklorida dan Parasetamol.
2.     Mengkonsumsi obat tradisional mengandung Bahan Kimia Obat Keras membahayan kesehatan bahkan mematikan. Pemakaian obat keras, harus melalui resep dokter.
3.     Berbagai  resiko dan efek yang tidak diinginkan dari penggunaan Bahan Kimia Obat Keras tanpa pengawasan dokter, telah dilaporkan.
4.     Kegiatan memproduksi dan atau mengedarkan obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat, melanggar Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dapat dikenakan sanksi dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan atau denda paling banyak 2(dua) miliar rupiah
Seperti halnya pemeriksaan makroskopik sediaan jamu, pemeriksaan mikroskopik juga digunakan untuk menjamin kebenaran dari simplisia penyusun sediaan jamu dengan mengamati bentuk fragmen spepisifik penyusun pada sediaan jamu. (Anonim,2010),
Berbeda dengan obat-obatan modern, standar mutu untuk jamu didasarkan pada bahan baku dan produk akhir yang pada umumnya belum memiliki baku standar yang sesuai dengan persyaratan. Simplisia nabati, hewani dan pelican yang dipergunakan sebagai bahan untuk memperoleh minyak atsiri, alkaloid, glikosida atau zat berkhasiat lainnya, tidak perlu memenuhi persyaratan yang tertera pada monografi yang bersangkutan. Identifikasi simplisia dapat dilakukan berdasarkan uraian mikroskopik serta identifikasi kimia berdasarkan kandungan senyawa yang terdapat didalamnya (MMI,1995)
Uji mikroskopik dilakukan dengan mikroskopik yang derajat perbesarannya disesuaikan denga keperluan. Uji mikroskopik serbuk jamu tidak hanya dapt dilakukan melihat bentuk anatomi jaringan yang khas, tetapi dapat pula menggunakan uji histokimia dengan penambahan pereaksi tertentu pada serbuk sediaan jamu uji, dan zat kandungan simplisia uji akan memebrikan warna spesifik, sehingga mudah di deteksi. ( Anonim,2010)
Pemeriksaan anatomi serbuk dari suatu simplisia memiliki karakteristik tersendiri, dan merupakan pemeriksaan spesifik suatu simplisia atau penyusun jamu. sebelum melakukan pemeriksaan mikroskopik harus di pahami bahwa masing-masing jaringan tanaman berbeda bentuknya. ( Egon,1985)
Ciri khas dari masing-masing organ batang, akar dan rimpang umumnya memiliki jaringan penyusun primer yang hampir sama yaitu epidermis,korteks dan endodermis, jari-jari empulur dan bentuk berkas pengangkutannya. Tipe berkas pengangkut umumnya mengacu pada kelas tanaman seperti monokotil memiliki tipe berkas pengankutan terpusat (konsentris), dan pada dikotil tersebar (kolateral). (Egon,1985)
Sedangkan jaringan sekunder pada organ batang , akar dan rimpang berupa periderm , dan ritidorm. Rambut penutup dan stomata merupakan ciri spesifik dari bagian daun serta tipe sel idoblas seringkalai menunjukkan ciri spesifik suatu bahan nabati.(Egon,1985)
Identifikasi Reaksi kimia Sediaan Jamu (Dirjen POM,2000)
1.   Reaksi terhadap Lignin.
Serbuk jamu dan simplisia pembanding dibasahi dengan larutan flouroglusin P, kemudian di tetesi dengan sedikit HCL, diamati di bawah mikroskopik, jika dinding sel yang menagndung lignin akan berwarna merah.
2.   Reaksi identifikasi terhadap turunan Tanin
Ekstrak metanol serbuk dimasukkan dalam plat tetes, kemudia di tambahkan :
·         FeCl3 1 N, jika diperoleh warna biru hitam berarti mengandung pirogalotanin
·         FeCl3 1 N, diperoleh warna hijau yang mwngandung warna katekol
·         NaOH, jika diperoleh warna merah sampai merah coklat berarti mengandung pirogalotanin
3.   Reaksi Identifikasi tehadap Dioksiantrakinon
Sedikit serbuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu di tetesi dengan KOH 10 % b/v dalam etanol 95%, jika mengandung dioksantrakinon akan menghasilkan warna merah.
4.   Reaksi Identifikasi terhadap Fenol
Sedikit serbuk dimasukkan ke dalam vial, ditambahkan air, lalu ditutup dengan kaca objek yang diatasnya diberi kapas yang telah di basahi dengan air, kemudian di panaskan. Setelaha da uap yang berupa titik cairan pada kaca objek , diambil dan ditambahkan FeCl3, jika mengandung fenol akan menghasilkan warna biru hitam.
5.   Reasi Identifiasi terhadap Alkaloid
Ekstrak  metanol srbuk dimasukan ke dalam masing-masing tabung reaksi kemudian di tetesi :
·         HCl 0,5 N dan pereaksi Meyer, ika mengandung Alkaloid maka akan menghasilkan endapan putih kekuningan.
·         HCl 0,5 N dan pereaski Bauchardat, jika mengandung alkaloid akan menghasilkan endapan jingga kecoklatan.
6.   Reaksi Identifikasi terhadap Steroid
Serbuk dihaluskan dengan etanol kemudian di didihkan selama 15 menit lalu disaring, filtrat di uapkan sampai kering. ekstrak Kering ditambahkan dengan dietil etersetelah terlebih dahulu disuspensikan engan sediit air, bagian yang larut dalam dietil eter dipisahkan. lapisan dietil eter kemudian ditetesi dengan pereaksi Lieberman-Bauchardat, jiak menganung steroid akan menghasilkan warna merah atau merah jambu
7.   Reaksi Identifikasi terhadap Karbohidrat
Serbuk di kocok dengan air lalu di masukkan dalam tabung reaksi kemudian di tetesi :
·         Pereaksi Mollish, jika mengandung karbohidrat akan menghasikan cincin ungu
·         Pereaski Luff, jika mengandung karbohidrat akan mengahsilkan endapan merah
·         Pereaksi fehling A dan B, jika mengandung KArbohidrat akan menghasilkan endapan kuning jingga.
8.   Reaksi identifikasi terhadap Pati dan eleuron
·         Serbuk ditempatkan diatas kaca objek , kemudian di tetesi dengan larutan iodin 0,1 N, jika mengandung pati akan berwarna biru da warna kuning coklat jika mengandung aleuron
·         Sedikit serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu di tetesi dengan pereaksi Luff dan di panaskan, jika mengandung pati akan menghasilkan endapan merah bata.








BAB VI

Kesimpulan


1. Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya.
2.   Metode perkolasi merupakan cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
3.    Metode infudasi merupakan cara penyarian dengan menggunakan air pada suhu 90oC selama 15 menit.









DAFTAR PUSTAKA


Arif Mariana., 2006.,  “Tanaman Salam”., Penebar Swadaya., Depok.

Iskandar, S., 2005., ”Wawasan Ilmu Farmasi”., Fak. Farmasi UMI., Makassar.

Rusli, S.Si, Apt., 2003., ”Penuntun Praktikum Fito Kimia I”., Fak. Farmasi UMI., Makassar.

Tim Penyusun., 2006., “Penuntun Praktikum Farmakognosi I”, Fak. Farmasi UMI., Makassar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar