BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Ilmu yang
mempelajari mengenai pengetahuan tentang obat-obatan disebut juga sebagai
Farmakognosi. Dimana dalam farmakognosi ini, yang menjadi kajian utamanya
adalah bahan alam. Bahan alam yang dapat diolah menjadi suatu senyawa yang
dapat memberikan manfaat melalui zat-zat atau kandungan kimia yang ada di
dalamnya.
Pada
makalah ini, kami akan membahas mengenai uji kadar sari dan uji kadar abu suatu
sediaan guna untuk mengetahui cara penetapan kadar sari dan kadar abu serta
mengetahui kandungan yang terdapat dalam suatu sampel.
Uji ini
sangat barmanfaat bagi kita, karena kita dapat menentukan kadar dari suatu
sampel sehingga memudahkan kita dalam pembuatan suatu sediaan obat yang sesusai
yang kita inginkan.
Uji kadar sari dari suatu ekstrak bahan obat alam
dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran awal sejumlah kandungan. Berbagai
senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti penyarian dengan pelarut air
atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase tersarinya dengan pelarut
tersebut.
Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol lebih
sering digunakan untuk mengetahui apakah bahan baku obat tradisional tersebut
dapat larut dalam pelarut organik. Penetapan kadar sari larut dalam air
digunakan untuk menentukan kemampuan dari bahan obat tersebut apakah tersari
dalam pelarut air.
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami apa yang
tujuan dilakukannya penetapan kadar abu dan kadar sari serta cara penetapannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Teori Umum
Kandungan bahan organik dari hasil metabolisme sekunder
yang terdapat pada tanaman sebagai bahan baku obat tradisional merupakan
identitas kimiawi dan ciri spesifik tanaman yang berhubungan dengan efek
farmakologis yang ditimbulkannnya, karena metabolit sekunder yang dihasilkan
tanaman memiliki karakteristik untuk tiap genara, spesies dan strain/varietas
tertentu (Anonim, 2007).
Uji kadar sari dari suatu ekstrak bahan obat alam
dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran awal sejumlah kandungan, dengan cara
melarutkan ekstrak sediaan dalam pelarut organik tertentu (etanol atau air) (Anonim, 2007).
Berbagai senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti
penyarian dengan pelarut air atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase
tersarinya dengan pelarut tersebut. Penetapan kadar sari yang larut dalam
etanol lebih sering digunakan untuk mengetahui apakah bahan baku obat
tradisional tersebut dapat larut dalam pelarut organik. Penetapan kadar sari larut
dalam air digunakan untuk menentukan kemampuan dari bahan obat tersebut apakah
tersari dalam pelarut air (Anonim,
2007).
Kemampuan bahan obat terserap dalam air dapat menjadi
acauan penggunaan jamu dalam bentuk rebusan (infusa) oleh masyarakat. Sehingga
efek yang diinginkan tercapai, sedangkan kemampuan bahan obat tersari dalam
etanol dapat dijadikan standar dalam pembuatan sediaan ekstrak. Besarnya kadar
yang tersari dapat dijadikan standar atau control untuk mutu dari suatu bahan
atau obat herbal tersandarkan (Anonim,
2007).
Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung
dalam bahan obat tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan
hingga diperoleh bobot tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua
kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa
yang ditimbang (Anonim, 2007).
Cara perhitungan kadar sari (Anonim,
2007) :
Berat ekstrak =
[berat penimbangan total – berat cawan kosong]
Kadar sari larut etanol (N) = 5 x
berat ekstrak x 100%
Berat sample
Kadar
sari rata-rata =
N1 + N2 + N3 x 100%
3
Penetapan fisis dari sediaan jamu (simplisia) dilakukan
berupa penetapan kadar abu sisa pemijaran (kadar abu total) dan kadar abu yang
tidak larut dalam asam (Anonim, 2007).
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu
simplisia karena tiap simplisia mempunyai kandungan atau kadar abu yang
berbeda-beda, dimana bahan anorganik yang terdapat dalam simplisia tersebut ada
yang terbentuk secara alami dalam tumbuhan. (Anonim, 2007)
Atas dasar tersebut dapat ditentukan besarnya cemaran
bahan-bahan anorganik yang terdapat dalam simplisia yang terjadi pada saat
pengolahan ataupun dalam pengemasan simplisia (Anonim, 2007)
Prinsipnya adalah bahan dipanaskan pada temperature
dimana senyawa oraganik dan turunannya terdekstruksi dan menguap hingga tersisa
unsur mineral organik, penetapan kadar abu bertujuan memberi gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Kadar abu diperiksa untuk menetapkan tingkat pengotoran
oleh logam-logam dan silikat (Anonim,
2007).
Kadar abu total (sisa pemijaran) dan abu yang tidak
dapat larut dalam asam dapat ditetapkan melalui metode yang resmi. Dalam hal
ini terjadi pemijaran dan penimbangan, total abu kemudian dididihkan dengan
asam klorida, disaring, dipijarkan dan ditimbang abu yang tidak larut dalam
asam dimaksudkan untuk melarutkan kalsium karbonat, alkali klorida sedangkan
yang tidak larut dalam asam biasanya mengandung
silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat
dan lain-lain yang terdapat dalam sample uji disebut sebagai zat anorganik
asing yang terbentuk dalam bahan obat atau melekat pada bahan obat pada saat
pencampuran (Anonim, 2007).
Perlu diingat, saat penimbangan kadar abu diakukan
sampai diperoleh bobot tetap/konstan dari alat dan bahan yang digunakan. Bobot
konstan yang dimaksud bahwa dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak
lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang (Anonim, 2007).
Cara perhitungan kadar abu (Anonim, 2007) :
Berat abu total =
[berat total penimbangan – berat cawan kosong]
Kadar
abu total = Berat abu total x
100%
Berat sampel
Kadar
sari rata-rata = N1 + N2 + N3 x 100%
3
Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung
dalam bahan obat tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan
hingga diperoleh bobot tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua
kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa
yang ditimbang.
Pemeriksaan ini digunakan untuk
mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap simplisia mempunyai kandungan atau
kadar abu yang berbeda-beda, dimana bahan anorganik yang terdapat dalam
simplisia tersebut ada yang terbentuk secara alami dalam tumbuhan. Atas dasar
tersebut dapat ditentukan besarnya cemaran bahan-bahan anorganik yang terdapat
dalam simplisia yang terjadi pada saat pengolahan ataupun dalam pengemasan
simplisia.
Prinsipnya adalah bahan dipanaskan
pada temperature dimana senyawa organik dan turunannya terdekstruksi dan
menguap hingga tersisa unsur mineral organik, penetapan kadar abu bertujuan
memberi gambaran kandungan mineral internal dan eksternal dalam simplisia,
mulai dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar abu diperiksa untuk
menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat.
Kadar abu total (sisa pemijaran) dan
abu yang tidak dapat larut dalam asam dapat ditetapkan melalui metode yang
resmi. Dalam hal ini terjadi pemijaran dan penimbangan, total abu kemudian
dididihkan dengan asam klorida, disaring, dipijarkan dan ditimbang abu yang
tidak larut dalam asam dimaksudkan untuk melarutkan kalsium karbonat, alkali
klorida sedangkan yang tidak larut dalam asam
biasanya mengandung silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah
kotoran, tanah, tanah liat dan lain-lain yang terdapat dalam sample uji disebut
sebagai zat anorganik asing yang terbentuk dalam bahan obat atau melekat pada
bahan obat pada saat pencampuran.
II.2 Cara Kerja
Adapun cara
kerja dari penetapan kadar sari dan kadar abu adalah sebagai berikut :
a. Uji
kadar sari
1. Ditimbang serbuk sampel sebanyak 5 gram.
2. Dimaserasi dengan 100 ml etanol (95 %)
selama 24 jam menggunakan labu bersumbat kaca sambil sekali-kali dikocok selama
6 jam, kemudian diamkan selama 18 jam.
3. Disaring cepat untuk mencegah etanol
menguap.
4. Diuapkan 20 ml filtrat dalam cawan dangkal
dasar rata yang telah ditera di atas tangas air hingga ekstrak kering.
5. Dipanaskan ekstrak pada suhu 105oC
hingga bobot tetap/konstan.
6. Dihitung kadar dalam persen terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara.
b. Uji kadar abu
1. Ditimbang serbuk simplisa sebanyak 5 gram.
2. Dmasukkan dalam cawan porselin yang telah
dipijarkan dan telah dikonstankan sebelumnya.
3. Dipijarkan dalam tanur secara
perlahan-lahan sehingga arang habis.
4. Didinginkan dalam eksikator dan ditimbang
hingga bobot tetap/konstan.
5. Dihitungk kadar abu terhadap bahan yang
dikeringkan di udara.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Uji kadar
sari bertujuan memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang terkandungan dalam
suatu sampel.
Uji kadar abu
bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya cemaran bahan-bahan anorganik yang
terdapat dalam suatu sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Penuntun
Praktikum Faemakognosi I. Universitas Muslim Indonesia ; Makassar.
Ansel, Hiward C., 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi” Edisi keempat, UI Press : Jakarta.
trims infonya..
BalasHapushttp://pharmasirantau.blogspot.com/
Masih banyak repetisi kalimat atau kalimat yang diulang-ulang, padahal sebelumnya sudah ada kalimat tsb.. Mohon diperhatikan ke,mbali penulisannya.. Terimakasih banyak infonya :)
BalasHapus