Rabu, 23 Mei 2012

Penetapan Kadar Abu


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Ilmu yang mempelajari mengenai pengetahuan tentang obat-obatan disebut juga sebagai Farmakognosi. Dimana dalam farmakognosi ini, yang menjadi kajian utamanya adalah bahan alam. Bahan alam yang dapat diolah menjadi suatu senyawa yang dapat memberikan manfaat melalui zat-zat atau kandungan kimia yang ada di dalamnya.
Pada makalah ini, kami akan membahas mengenai uji kadar sari dan uji kadar abu suatu sediaan guna untuk mengetahui cara penetapan kadar sari dan kadar abu serta mengetahui kandungan yang terdapat dalam suatu sampel.
Uji ini sangat barmanfaat bagi kita, karena kita dapat menentukan kadar dari suatu sampel sehingga memudahkan kita dalam pembuatan suatu sediaan obat yang sesusai yang kita inginkan.
Uji kadar sari dari suatu ekstrak bahan obat alam dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran awal sejumlah kandungan. Berbagai senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti penyarian dengan pelarut air atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase tersarinya dengan pelarut tersebut.
Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol lebih sering digunakan untuk mengetahui apakah bahan baku obat tradisional tersebut dapat larut dalam pelarut organik. Penetapan kadar sari larut dalam air digunakan untuk menentukan kemampuan dari bahan obat tersebut apakah tersari dalam pelarut air.

I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami apa yang tujuan dilakukannya penetapan kadar abu dan kadar sari serta cara penetapannya.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1  Teori Umum
Kandungan bahan organik dari hasil metabolisme sekunder yang terdapat pada tanaman sebagai bahan baku obat tradisional merupakan identitas kimiawi dan ciri spesifik tanaman yang berhubungan dengan efek farmakologis yang ditimbulkannnya, karena metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman memiliki karakteristik untuk tiap genara, spesies dan strain/varietas tertentu (Anonim, 2007).
Uji kadar sari dari suatu ekstrak bahan obat alam dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran awal sejumlah kandungan, dengan cara melarutkan ekstrak sediaan dalam pelarut organik tertentu (etanol atau air) (Anonim, 2007).
Berbagai senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti penyarian dengan pelarut air atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase tersarinya dengan pelarut tersebut. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol lebih sering digunakan untuk mengetahui apakah bahan baku obat tradisional tersebut dapat larut dalam pelarut organik. Penetapan kadar sari larut dalam air digunakan untuk menentukan kemampuan dari bahan obat tersebut apakah tersari dalam pelarut air (Anonim, 2007).
Kemampuan bahan obat terserap dalam air dapat menjadi acauan penggunaan jamu dalam bentuk rebusan (infusa) oleh masyarakat. Sehingga efek yang diinginkan tercapai, sedangkan kemampuan bahan obat tersari dalam etanol dapat dijadikan standar dalam pembuatan sediaan ekstrak. Besarnya kadar yang tersari dapat dijadikan standar atau control untuk mutu dari suatu bahan atau obat herbal tersandarkan (Anonim, 2007).
Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh bobot tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang (Anonim, 2007).
Cara perhitungan kadar sari  (Anonim, 2007) :
Berat ekstrak      = [berat penimbangan total – berat cawan kosong]

Kadar sari larut etanol (N)   =  5 x berat ekstrak   x 100%
                                                         Berat sample

Kadar sari rata-rata               =      N1 + N2 + N3      x 100%
                                                                   3

Penetapan fisis dari sediaan jamu (simplisia) dilakukan berupa penetapan kadar abu sisa pemijaran (kadar abu total) dan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Anonim, 2007).
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap simplisia mempunyai kandungan atau kadar abu yang berbeda-beda, dimana bahan anorganik yang terdapat dalam simplisia tersebut ada yang terbentuk secara alami dalam tumbuhan. (Anonim, 2007)
Atas dasar tersebut dapat ditentukan besarnya cemaran bahan-bahan anorganik yang terdapat dalam simplisia yang terjadi pada saat pengolahan ataupun dalam pengemasan simplisia (Anonim, 2007)
Prinsipnya adalah bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa oraganik dan turunannya terdekstruksi dan menguap hingga tersisa unsur mineral organik, penetapan kadar abu bertujuan memberi gambaran kandungan mineral internal dan eksternal dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar abu diperiksa untuk menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat (Anonim, 2007).
Kadar abu total (sisa pemijaran) dan abu yang tidak dapat larut dalam asam dapat ditetapkan melalui metode yang resmi. Dalam hal ini terjadi pemijaran dan penimbangan, total abu kemudian dididihkan dengan asam klorida, disaring, dipijarkan dan ditimbang abu yang tidak larut dalam asam dimaksudkan untuk melarutkan kalsium karbonat, alkali klorida sedangkan yang tidak larut dalam asam  biasanya mengandung silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat dan lain-lain yang terdapat dalam sample uji disebut sebagai zat anorganik asing yang terbentuk dalam bahan obat atau melekat pada bahan obat pada saat pencampuran (Anonim, 2007).
Perlu diingat, saat penimbangan kadar abu diakukan sampai diperoleh bobot tetap/konstan dari alat dan bahan yang digunakan. Bobot konstan yang dimaksud bahwa dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang (Anonim, 2007).
Cara perhitungan kadar abu (Anonim, 2007) :
Berat abu total               = [berat total penimbangan – berat cawan kosong]
Kadar abu total              =     Berat abu total    x  100%
Berat sampel

Kadar sari rata-rata        =   N1 + N2 + N3      x 100%
    3

Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh bobot tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap simplisia mempunyai kandungan atau kadar abu yang berbeda-beda, dimana bahan anorganik yang terdapat dalam simplisia tersebut ada yang terbentuk secara alami dalam tumbuhan. Atas dasar tersebut dapat ditentukan besarnya cemaran bahan-bahan anorganik yang terdapat dalam simplisia yang terjadi pada saat pengolahan ataupun dalam pengemasan simplisia.
Prinsipnya adalah bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa organik dan turunannya terdekstruksi dan menguap hingga tersisa unsur mineral organik, penetapan kadar abu bertujuan memberi gambaran kandungan mineral internal dan eksternal dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar abu diperiksa untuk menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat.
Kadar abu total (sisa pemijaran) dan abu yang tidak dapat larut dalam asam dapat ditetapkan melalui metode yang resmi. Dalam hal ini terjadi pemijaran dan penimbangan, total abu kemudian dididihkan dengan asam klorida, disaring, dipijarkan dan ditimbang abu yang tidak larut dalam asam dimaksudkan untuk melarutkan kalsium karbonat, alkali klorida sedangkan yang tidak larut dalam asam  biasanya mengandung silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat dan lain-lain yang terdapat dalam sample uji disebut sebagai zat anorganik asing yang terbentuk dalam bahan obat atau melekat pada bahan obat pada saat pencampuran.

II.2  Cara Kerja
Adapun cara kerja dari penetapan kadar sari dan kadar abu adalah sebagai berikut :
a.  Uji kadar sari
1.      Ditimbang serbuk sampel sebanyak 5 gram.
2.      Dimaserasi dengan 100 ml etanol (95 %) selama 24 jam menggunakan labu bersumbat kaca sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam, kemudian diamkan selama 18 jam.
3.      Disaring cepat untuk mencegah etanol menguap.
4.      Diuapkan 20 ml filtrat dalam cawan dangkal dasar rata yang telah ditera di atas tangas air hingga ekstrak kering.
5.      Dipanaskan ekstrak pada suhu 105oC hingga bobot tetap/konstan.
6.      Dihitung kadar dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
b. Uji kadar abu
1.      Ditimbang serbuk simplisa sebanyak 5 gram.
2.      Dmasukkan dalam cawan porselin yang telah dipijarkan dan telah dikonstankan sebelumnya.
3.      Dipijarkan dalam tanur secara perlahan-lahan sehingga arang habis.
4.      Didinginkan dalam eksikator dan ditimbang hingga bobot tetap/konstan.
5.      Dihitungk kadar abu terhadap bahan yang dikeringkan di udara.



BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Uji kadar sari bertujuan memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang terkandungan dalam suatu sampel.
Uji kadar abu bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya cemaran bahan-bahan anorganik yang terdapat dalam suatu sampel.




DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Penuntun Praktikum Faemakognosi I. Universitas Muslim Indonesia ; Makassar.

Ansel, Hiward C., 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi” Edisi keempat, UI Press : Jakarta.

2 komentar:

  1. trims infonya..
    http://pharmasirantau.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. Masih banyak repetisi kalimat atau kalimat yang diulang-ulang, padahal sebelumnya sudah ada kalimat tsb.. Mohon diperhatikan ke,mbali penulisannya.. Terimakasih banyak infonya :)

    BalasHapus